Volkpop – Ekonom senior di Institute for Development of Economy and Finance (INDEF), Didik J Rachbini, memprediksi utang publik Jokowi akan mencapai Rp10.000 miliar.
Pada Juli 2024, Kementerian Keuangan mencatat utang publik sebesar Rp8.502,69 miliar. Angka ini meningkat Rp 57,82 triliun dalam satu bulan.
Didik mengatakan bahwa utang tersebut pasti akan diwarisi oleh pemerintahan Prabowo. Selain itu, dampak pembayaran bunga utang akan semakin besar setiap tahunnya.
Kalau kita berutang lagi, menjalankan kebijakan yang sama dengan Jokowi, maka seperti kata almarhum Faisal Basri, Insya Allah kita akan krisis, dan krisisnya lebih dalam lagi,” kata Didik dalam diskusi daring bertajuk ‘Warisan Utang Jokowi dan Prospek Pemerintahan Prabowo’, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (16/9/2024).
Kewajiban pemerintah untuk membayar utang disebut akan berdampak pada pengurangan anggaran, seperti pendidikan.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam melakukan pengurangan utang tentu akan berdampak pada banyak hal.
“Keputusan mengambil utang yang begitu besar, karena harus membayar cicilan utang dan modalnya harus lebih besar, itu berdampak pada pengurangan anggaran pendidikan, pada pengurangan anggaran daerah,” kata Didik.
“Oleh karena itu, setiap keputusan yang diambil oleh pejabat negara terkait dengan utang akan berdampak dari kanan ke kiri,” lanjutnya.
Didik mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada satu pun anggota DPR yang mengontrol keputusan-keputusan terkait utang yang diambil oleh pemerintahan Jokowi.
“Itu sebabnya utang kita saat ini bisa mencapai hampir 10.000 miliar rupiah,” kata Didik.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa utang publik Indonesia masih relatif rendah.
Baca juga: Pak Jarwo Hidupkan Barang Bekas Jadi Aksesoris Bernilai Jual Tinggi, Hingga Ekspor Ke Mancanegara
Luhut meyakini bahwa rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berada di angka 36%.
Menurut Luhut, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
Menanggapi pertanyaan ini, meskipun rasio utang/PDB Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain, Didik mengatakan bahwa bunga yang harus dibayarkan Indonesia relatif tinggi.
Didik memberikan contoh negara Jepang. Negara ini memiliki rasio utang terhadap PDB yang tinggi, namun bunganya rendah. Situasi ini berbeda dengan Indonesia.
“Dibandingkan dengan Jepang, walaupun utang Jepang 100 persen (dari PDB), kalau bunganya 0,7-0,9 persen, pembayaran bunganya kecil. Utangnya 500 miliar rupiah, tapi hanya membayar (bunga) 30 miliar/tahun,” kata Didik.
Baca juga: Akun Fufufafa Kaskus Semakin Mengarah Ke Gibran, Berikut Deretan Bukti-Bukti yang Viral di Twitter
“Indonesia, dengan utang saat ini 8,5 miliar rupiah, harus membayar 500 miliar rupiah per tahun untuk bunganya saja,” lanjutnya.
“Sekarang karena suku bunga tinggi, Bank Indonesia menerbitkan SBN. Itu yang membuat Bank Indonesia berdiri sendiri, memakan korban sektor riil,” pungkas Didik.